Polri melalui Polda Metro Jaya telah menetapkan 30 tersangka penjarahan lahan. Dalam pernyataan pada pertengahan Juli 2022, Polda Metro Jaya mengungkap lima modus para penjarah dalam menguasai lahan milik pihak lain.
Modus pertama yang acap kali dilakukan adalah menciptakan figur peran pengganti seolah-olah mewakili keluarga korban.
Modus kedua yang dilakukan pelaku biasanya menentukan target lahan. Lahan-lahan kosong milik pemerintah dan pribadi yang tidak dijaga menjadi sasaran pelaku.
Modus ketiga mirip dengan modus kedua. Namun, dalam hal ini, lahan yang telah diincar pelaku tidak memiliki sertifikat.
Modus keempat terkait penyelewengan program PTSL Ada oknum pejabat BPN berperan dalam menciptakan data yang keliru terkait sertifikat pemohon.
Modus kelima ini dengan istilah super akun.
Para pelaku punya akses pada sistem sehingga bisa mengubah data kepemilikan lahan. Mereka melakukan secara ilegal dan diam-diam.
Berdasarkan data di Pengadilan Negeri Mataram dan Pengadilan Tinggi Mataram, modus kedua dan ketiga pernah dan sedang terjadi di Lombok Barat dan sejumlah kabupaten lain di NTB Para penjarah menyasar lahan tertentu. Meski jelas pemiliknya, para penjarah tetap mengklaim lahan tersebut. Bahkan, penjarah mengerahkan massa dan mengintidimasi berbagai pihak agar mengakui klaim mereka yang tidak punya dasar hukum.
Kasus yang mencuat diantaranya penguasaan lahan yang sudah bersertifikat di Pengawisan Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong.
Di Sekotong, sejumlah oknum mengklaim sebagai pemilik lahan seluas 38 hektar yang berada di Dusun Pengawisan dan Gili Genting yang sudah bersertifikat HGB atas nama PT. Reska Nayatama.
Di lahan ini perusahaan sebagai pemilik akan mendirikan pabrik porang. Pihak perusahaan juga sudah melaporkan kasus penggeregahan lahannya polisi.
Soal lahan ini, Pemkab Lobar sudah membeberkan riwayat tukar guling lahan antara Pemda dengan PT ini yang terjadi tahun 1994 saat Lombok Barat dipimpin Bupati H. Lalu Mujitahid. " Itu clear milik PT Reska Nayatama," ungkap kepala DPPKAD Lobar, H. Fauzan Husniadi.
Berkali-kali pihak perusahaan dihalang-halangi memasang plang di tanah miliknya. Fauzan memperlihatkan catatan terkait proses tukar guling. Dulu, tanah yang kini bersertifikat HGB atas nama PT. Reska Nayatama ini adalah tanah pecatu bagi perangkat wilayah setempat.
Pencabutan status pecatu dilakukan oleh Pemda tercatat dilakukan pada tanggal 3 Juli 1974. Lalu ada juga surat pernyataan penyelesaian pembayaran tanah Pemda oleh para penggarap pada 4 Januari 1975. Pada tanggal 21 Juni 1990 Gubernur NTB menerbitkan SK tentang pemberian izin lokasi pembebasan hak atas tanah kepada PT ini untuk mendirikan usaha pariwisata.
Disusul pada tahun 1991 DPRD Lombok Barat menerbitkan SK tentang penyesuaian penukaran/tukar bangunan tanah dan bangunan milik Pemkab Lobar.
Wakil Bupati Lombok Barat, Hj. Sumiatun, saat diwawancarai belum lama ini juga menegaskan hal yang sama. Ia menegaskan bahwa lahan yang kini tengah diributkan adalah milik PT Reska Nayatama. “ Ya itu memang milik perusahaan,” kata tokoh Sekotong ini.
0 Komentar