Mataram - Kisruh proses seleksi Jabatan Pejabat Tinggi Pratama (JPTP) di Kabupaten Lombok Barat bagai gayung bersambut. Sebelumnya, ramai diperbincangkan di media bahwa proses seleksi diduga bermasalah. Lantaran tiga nama besar yang dikeluarkan Tim Panitia Seleksi (Pansel), justru dianggap tidak memenuhi aturan secara administratif. Hal ini pun memantik sejumlah tokoh politik turut berbicara. Salah satunya HL Sajim Sastrawan.
Miq Sajim sapaannya menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 2014, bahwa Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mempunyai kewenangan untuk mengawasi semua proses dalam struktur pemerintahan. Mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan maupun laporan hasil seleksi JPTP di Kabupaten Lombok Barat.
"Persoalannya sekarang, apakah penyelenggaraan Pansel di Lombok Barat ini sudah sesuai dengan peraturan atau tidak?" Tanya Miq Sajim saat ditemui Gabungan Jurnalis Investigasi (GJI) NTB di Mataram, Selasa (15/3).
Kemudian terkait tiga nama besar berdasarkan hasil Pansel yang diduga sarat kepentingan, Pria asal Gerung Lombok Barat ini justru menjawab dengan nada menggelitik.
"Lucu! Sekda Lombok Barat yang merupakan Ketua Tim Pansel, seharusnya mengawal dengan teliti proses ini dan tidak semestinya surat pengumuman diumumkan ketika Sekda berada di luar daerah. Anehnya lagi informasi yang saya dengar, saat surat itu ditandatangani, Sekda justru lagi di luar daerah," ketusnya dengan nada sinis.
Miq Sajim melanjutkan, Ketua Pansel seharusnya mengawal proses seleksi dengan sungguh-sungguh. Karena setiap proses slseksi JPTP, harus dibicarakan dengan semua tim.
"Semua tahapan harus dikawal dengan benar-benar. Karena setiap tahapan ini kan harus membubuhkan tanda tangan, baik dari tahap perencanaannya maupun pelaksanaannya," katanya mencerahkan.
Selain itu semua keputusan kata Ketua Bale Mediasi Provinsi NTB itu, harus dirapatkan terlebih dahulu bersama tim. Namun yang jadi pertanyaan, kapan tim Pansel tersebut menggelar rapat sehingga mengeluarkan tiga nama besar.
"Saya anggap Pansel ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini bisa dianggap cacat hukum," ketusnya.
Jika memang ada yang keberatan, Miq Sajim pun mempersilakan untuk melaporkan ke KASN, atau Kementerian Dalam Negeri bahkan Presiden Joko Widodo.
"Minta kepada KASN untuk mengeluarkan rekomendasi Pansel ulang saja!" sarannya.
Sementara Asisten KASN Pengawasan Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah 1, Sumardi yang diminta keterangan via Whatsapp menjelaskan, dengan SDM yang terbatas namun membawahi cukup banyak Pemkab/Kota di Indonesia, tentu pihaknya belum bisa berbuat banyak.
"Kami masih berkutat untuk pelayanan rekomendasi. Jika ada yang dianggap janggal, silakan dilaporkan ke kami.
Jadi untuk saat ini pendekatan kami adalah menunggu informasi pengaduan," jawabnya singkat. (*)
0 Komentar