Lombok Barat, NTB – Polemik terkait kebijakan Paskibraka dan penggunaan jilbab yang mencuat beberapa waktu lalu telah memicu perdebatan di tengah masyarakat.
Pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang kemudian dikoreksi dan permintaan maafnya atas polemik tersebut seolah menjadi titik puncak dari sebuah permasalahan yang lebih dalam.
Koordinator Presidium KAHMI NTB, HK. L. Winengan, memberikan kritik tajam terhadap kebijakan tersebut. Ia berpendapat bahwa permintaan maaf semata tidak cukup, mengingat dampak serius yang ditimbulkan oleh pernyataan awal yang melarang penggunaan jilbab. Winengan bahkan menyamakan kebijakan tersebut dengan tindakan mengajarkan maksiat, sebuah tuduhan yang sangat serius dan dirinya menyatakan sikap untuk segera mencopot (Mundur) Kepala BPIP.
Pernyataan Winengan semakin menguatkan pandangan bahwa polemik ini bukan sekadar soal jilbab, melainkan menyangkut pemahaman yang lebih mendasar tentang Pancasila sebagai ideologi negara. Jika di satu sisi Pancasila menjamin kebebasan beragama, di sisi lain kebijakan ini justru seolah-olah membatasi kebebasan beragama dan berekspresi.
Lebih lanjut, Winengan juga menyoroti pentingnya selektivitas dalam memilih pejabat negara. Ia khawatir jika pejabat yang tidak memahami esensi Pancasila justru akan merusak negara di akhir masa jabatan presiden.
Polemik ini telah menyoroti pentingnya menjaga keharmonisan dan toleransi di tengah masyarakat yang plural. Pemerintah, lembaga negara, dan seluruh elemen masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya nilai-nilai Pancasila.
0 Komentar